Cibinong – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat
Riset Limnologi dan Sumber Daya Air menyelenggarakan Webinar Mingguan bertema
“Perencanaan Mitigasi Bencana Banjir Bandang Berbasis Analisis Spasial dan Permodelan
Hidrologi”, pada Rabu (25/05).
Menghadirkan narasumber Fitriany Amalia Wardhani, S.T, Periset dari Kelompok
Riset Mitigasi dan Adaptasi Bencana Keairan dan dimoderatori oleh Dr. Iwan Ridwansyah,
S.T., M.Sc, Koordinator Kelompok Riset Mitigasi dan Adaptasi Bencana Keairan, dibuka langsung
oleh Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Dr. Hidayat, M. Sc.
“Akhir-akhir ini kita sering mendengar kejadian banjir yang terjadi di daerah
yang tidak diduga-duga. Karena sifat banjir bandang yang tiba-tiba sehingga menimbulkan
shock dimasyarakat dan memakan korban baik jiwa dan harta benda. Jadi ini merupakan
topik yang sangat penting untuk dibicarakan,” papar Hidayat.
Sementara Dr. Iwan Ridwansyah, S.T., M.Sc, sebagai moderator menjelaskan secara
singkat mengenai Kelompok Riset Mitigasi dan Adaptasi Bencana Keairan antara lain
contoh bencana keairan, sasaran kelompok riset, proses kerja kelompok riset, ruang
lingkup dan topik penelitian, anggota kelompok riset, kolaborasi riset dan implementasi.”Hasil
dari kolaborasi riset berupa masukan atau input dari badan nasional penanggulangan
bencana baik nasional maupun daerah, pemda dan universitas,” jelas Iwan.
Fitriany yang sekarang sedang menjalani program beasiswa S2 di IPB menjelaskan
dalam paparannya mengenai karakteristik banjir bandang yaitu datang secara tiba-tiba
dengan debit air yang besar; berlangsung singkat dalam waktu enam jam; dapat disebabkan
oleh hujan deras, bendungan yang jebol, dan longsor yang dipicu oleh hujan.
“Faktor penyebab banjir bandang dari masing-masing tempat biasanya berbeda, oleh
karena itu karakteristik banjir bandang di setiap daerah berbeda tergantung dari
kondisi daerah masing-masing,” papar Fitriany.
Dirinya menjelaskan pula dampak kerusakan banjir bandang yaitu kerusakan langsung
berupa kerusakan rumah, bangunan, fasilitas umum, kehilangan pendapatan dan kerusakan
lahan pertanian; kerusakan tidak langsung berupa nilai bisnis/perusahaan dan layanan
yang hilang (kesehatan, lalu lintas dan lain-lain); kerusakan sekunder berupa
dampak buruk pada manusia yang bergantung pada hasil usaha atau layanan; kerusakan
tidak berwujud berupa kualitas lingkungan, kesejahteraan sosial (termasuk kehilangan
nyawa) dan nilai-nilai estetika.
Fitriany menyampaikan banjir bandang yang pernah terjadi di Kabupaten Luwu Utara,
Sulawesi Selatan pada 13 Juli 2020 yang menyebabkan banyaknya korban jiwa dan
kerugian ekonomi. Banjir di daerah tersebut berulang sampai tahun 2020 yang diakibatkan
oleh longsoran. Lalu dibuatlah rancangan aksi yang dapat digunakan sebagai mitigasi
bencana banjir bandang di daerah tersebut.
”Mitigasi bencana banjir bandang bisa dilakukan dengan berbagai metode salah
satunya dengan cara analisis spasial untuk mitigasi banjir bandang dengan menggunakan
metode berbasis sistem informasi geografis yaitu teknologi pemrosesan citra digital,”
jelasnya.
“Metode ini dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi perkiraan bencana banjir
bandang, pemantauan darurat, dan penilaian kerusakan. Keunggulannya adalah praktis, menghemat biaya dan efektif, jangkauan lebih luas
serta dapat mencapai akurasi yang memadai,” sambung Fitriany.
Analisis spasial menggunakan FFPI (Flash Flood Potential Index) yaitu penilaian
risiko banjir bandang untuk suatu wilayah geografis tertentu yang digunakan untuk
menilai seberapa besar potensi bahaya banjir bandang yang ada di suatu wilayah.
Faktor yang digunakan adalah kemiringan lereng, jenis tanah, tutupan lahan, kerapatan
hutan dan parameter hidrologi. “Parameter ini bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan
dan juga sesuai dengan masing-masing tempat,” tambahnya.
Selain menggunakan analisis spasial mitigasi banjir bandang juga dapat dilakukan
dengan cara pemodelan hidrologi yang merupakan penyederhanaan dari sistem Darah
Aliran Sungai (DAS) yang kompleks untuk memahami dan memprediksi juga mensimulasi
dan mengelola sumber daya air di suatu daerah tertentu. Salah satu perangkat lunak
yang dapat digunakan adalah dengan HEC – HMS.
Berdasarkan PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012, peta risiko bencana dibangun dari 3
hal yaitu peta ancaman, peta kerentanan dan peta kapasitas. “Peta risiko bencana
ini yang nantinya akan digunakan sebagai rekomendasi kepada pemerintah daerah
setempat untuk melihat daerah mana yang risikonya lebih tinggi dan daerah mana
yang risikonya lebih rendah,” ujar Fitriany.
Fitriany juga memaparkan studi kasus penelitiannya tentang Perencanaan Mitigasi
Bencana Banjir Bandang di DAS Cisadane Hulu untuk dijadikan bahan diskusi dalam
webinar kali ini. Webinar ditutup dengan diskusi dan tanya jawab antara narasumber
dan peserta yang bukan hanya dari pegawai BRIN saja tetapi dari mahasiswa yang
mengikuti webinar. (aa/ ed.sl)