Cibinong, Humas LIPI. Pemerintah Indonesia terus mendorong peningkatan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dari berbagai sektor, salah satunya sub-sektor perikanan
tangkap dan pengembangan perikanan budidaya. Tak heran karena memang komoditas
perikanan asli perairan Indonesia bernilai ekonomi tinggi dan sangat potensial
untuk dikembangkan. Contohnya komoditas udang dan kerapu yang sedang didorong
menjadi komoditas unggulan dalam meningkatkan perekonomian negara.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Limnologi LIPI telah
lama mengembangkan salah satu jenis udang air tawar yakni udang galah (Macrobrachium
rosenbergii). Udang galah adalah salah satu jenis udang air tawar yang merupakan
komoditas perikanan asli perairan Indonesia, bernilai ekonomi tinggi dan sangat
potensial untuk dikembangkan.
Di Indonesia, udang galah dapat ditemukan di berbagai wilayah dan masing-masing
memiliki varietas dengan ciri tersendiri, misalnya dari Sumatera dan Kalimantan
memiliki ukuran kepala besar, capit panjang, dan berwarna hijau kuning. Sementara
dari Jambi memiliki ukuran kepala lebih kecil, capit kecil dan berwarna keemasan.
Perkembangan produksi udang galah sempat terhambat di tanah air karena udang
galah tergolong hewan air yang lebih banyak hidup di kolom air bagian bawah, punya
sifat teritorial, dan kanibal. “Luasan kolom air yang terbatas menyebabkan sesama
udang bersaing keras memperebutkan wilayah teritorialnya. Pemenangnya tentu udang
yang kuat atau besar, yang lemah akan tersingkir atau mati akibat kanibalisme,”
ungkap Fauzan Ali, Kepala Pusat Penelitian Limnologi LIPI yang telah menekuni
riset udang galah sejak 1989.
Setelah memperhatikan penggunaan daun kelapa kering oleh para petani udang galah
yang berfungsi sebagai tempat bertengger dan berlindung udang-udang kecil, Fauzan
pun membuat pelindung (shelter) udang yang lebih permanen. Dibuat dari bilah-bilah
bambu yang diikat satu sama lain, Fauzan menyebutnya apartemen. "Disebut apartemen
karena bentuknya menyerupai kerangka sebuah rumah susun tanpa dinding, lantai
dan atap,” jelasnya.
Dirinya menjelaskan bahwa dalam satu perangkat apartemen, terdapat sekat atau
bilik yang merupakan tempat tinggal tambahan yang nyaman bagi udang. “Akibatnya,
terjadi peningkatan ruang yang bisa ditempati udang. Selain itu, apartemen juga
berfungsi sebagai tempat berlindung saat udang berganti kulit (moulting),” tutur
Fauzan.
Menurut Bambang Teguh Sudiyono, Teknisi Litkayasa Penyelia Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Apartemen udang galah dibuat dari bambu yang dibelah, dianyam dan disusun
bertingkat. “Bambu dipilih karna bambu banyak didapatkan di masyarakat dan tahan
kalau direndam dalam air. Masyarakat pun sudah mahir dalam pekerjaan menganyam
bambu, tinggal mengarahkan ukuran yang cocok. Belahan bambu dibuat panjang 1 m,
dibelah seukuran 2 jari, jarak bilah bambu dibuat 20 cm atau sejengkal/sepanjang
ujung jari atau ujung jempol,” paparnya.
“Setelah jadi anyaman atau ancak kalau orang Jawa bilang, kemudian dirakit di
dasar kolam dengan kaki 5 bilah diikat ke-5 bilah bambu dan seterusnya sampai
4 atau 5 lantai disesuaikan kedalaman air kolam,” rinci Teguh. “Selain itu, apartemen
juga berfungsi untuk menambah padat tebar. Jika tanpa apartemen biasanya kolam hanya bisa menampung 10 ekor namun dengan
apartemen bisa mencapai 30 ekor hingga 40 ekor udang galah per meter persegi” imbuhnya.
Menurut Teguh, keunggulan apartemen ini juga bisa melindungi dari pencurian udang
galah, dapat mengontrol ukuran udang, memudahkan proses pemeriksaan udang sehingga
pemberian pakan bisa efisien dan efektif. “Desain apartemen yang vertikal dan
horizontal tidak mengganggu aliran air sehingga kandungan oksigen air tetap baik,
bahan murah, mudah diperoleh, tahan lama, pemanfaatan lahan secara maksimal, frekuensi
pertemuan antar udang berkurang sehingga meminimalisasi kanibalisme,” tegasnya.
“Saat ini, benih udang galah dari Pelabuhan Ratu merupakan hasil budidaya yang memiliki kualitas terbaik dari ukuran yang lebih dan cepat besar
jika dibandingkan udang galah dari daerah lain maupun hasil tangkapan di alam.
Diharapkan dengan adanya penggunaan teknologi apartemen udang galah bagi masyarakat,
dapat meningkatkan produksi udang galah secara signifikan,” tutupnya.
Peluang pasar udang galah Indonesia masih terbuka luas baik di dalam maupun di
luar negeri.. Untuk pasar lokal, permintaan datang terutama dari Bali, Jakarta,
Batam, dan Surabaya yang biasa disinggahi para turis. Untuk pasar udang galah
luar negeri, Jepang, Korea, Singapura, Amerika Serikat, Kanada, Skotlandia, Inggris,
Belanda, Selandia Baru, dan Australia merupakan pasar yang biasa mendapat kiriman
dari Thailand, Cina dan India. (SHF,SL)