Ikan Hias Pelangi Sulawesi yang Terancam Punah



Cibinong, Humas LIPI. Indonesia memiliki sumber daya ikan hias jenis asli maupun endemik, sebagai komoditas yang telah lama diminati masyarakat. Salah satu jenis ikan hias asli Indonesia yaitu  ikan pelangi, terdiri dari dua golongan yang tersebar di daerah Papua dan yang tersebar di daerah Sulawesi. Di daerah Papua ikan pelangi dikenal dengan istilah Rainbowfish yang umumnya dari Family Melanotaeniidae. Sedangkan ikan pelangi di daerah Sulawesi terhimpun dalam Family Telmatherinidae. Satu-satunya Telmatherinidae yang berdistribusi di sungai adalah Marosatherina ladigesi (Ahl, 1936).

Ikan ini merupakan salah satu komoditas ikan hias yang dikenal dengan nama Celebes Rainbow (Pelangi Sulawesi) dan sangat terkenal di luar negeri terutama di wilayah Eropa. Ikan yang berasal dari wilayah Maros ini di daerahnya dikenal dengan nama ikan Beseng-beseng,   Saat ini para eksportir lokal makin sulit memperoleh ikan ini di habitatnya. Hal tersebut berlangsung sebagai akibat perubahan penggunaan penggalan sungai yang awalnya sebagai sungai alami, berubah menjadi tempat penggalian pasir atau fungsi lainnya. Selain itu akitivitas penangkapan terhadapnya yang berlebihan dengan sistem penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan racun (tuba). Dra. Djamhuriyah S. Said, M.Si. Peneliti Ahli Utama Pusat Penelitian (Puslit) Limnologi LIPI mengatakan, “Kondisi tersebut menyebabkan penurunan populasi, sehingga M.ladigesi masuk dalam daftar IUCN termasuk  spesies kategori terancam punah”.


Untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut Puslit Limnologi LIPI melakukan beberapa penelitian untuk menyelamatkan ikan hias Pelangi Sulawesi agar selamat dari kepunahan. Diantaranya dengan cara pengembangan di habitat buatan (terkontrol) dengan teknologi domestikasi. “Akan tetapi dalam proses domestikasi masih menghadapi kendala seperti  pertumbuhan yang relatif lambat, ketahanan hidup yang rendah, dan juga reproduksi yang  belum optimal. Untuk itu dilakukan penelitian perbaikan sistem reproduksi (seperti rasio kelamin dalam bereproduksi), percepatan pertumbuhan, peningkatan penampilan warna dengan kesesuaian pakan, kesesuaian lingkungan  optimum, ” kata Djamhuriyah.

Morfologi
Djamhuriyah menjelaskan bahwa Ikan hias M.ladigesi memiliki tubuh berwarna zaitun agak transparan. Terdapat garis hitam memanjang pada masing-masing cuping sirip ekor.  Pada ikan jantan jari-jari bagian depan sirip dubur dan sirip punggung kedua berwarna hitam, memanjang dan terpisah dari bagian sirip lainnya, sedangkan sirip bagian dalamnya berwarna kuning. Sebagian populasi memiliki sirip dada yang tepinya berwarna hitam. Ukuran tubuhnya sekitar 8 cm. Sedangkan individu betina berpenampilan relatif lebih pudar, sirip punggung ke dua cenderung lebih pendek. Bentuk tubuh cenderung silindris, ukuran tubuh relatif pendek. “Ikan jantan umumnya lebih disenangi peminat ikan hias karena warnanya yang lebih cemerlang dan gerakannya yang lebih atraktif. Ikan ini memiliki keistimewaan sendiri, selain endemis juga sebagai spesies tunggal,” jelasnya.

Penelitian yang dilakukan juga mengamati tingkah laku kawin, dimana pembuahan ikan adalah secara eksternal atau di luar tubuh. Setelah terjadi pengeluaran telur, telur ikan akan menyebar dan menempel pada substrat.  Dalam sistem reproduksinya uniknya ikan ini memiliki sifat hidup bergerombol (schooling). Jumlah individu ikan betina lebih banyak daripara ikan jantan. “Diduga pada fase tertentu (fase anak atau dewasa) ikan ini hidup dalam segmen tertentu dari suatu wilayah sungai, atau terlindung oleh vegetasi tanaman dan berarus pelan dan dangkal,” imbuhnya.

Habitat Asli
Kondisi Lingkungan Alami ikan hias Pelangi Sulawesi merupakan penghuni sungai, satu tipe ekosistem perairan mengalir (lentik). Pada kenyataannya, populasi ikan-ikan ini lebih banyak ditemukan pada bagian-bagian lubuk dari sungai (pool), yang dicirikan oleh pola aliran air yang relatif lambat. Wilayah-wilayah parung sungai (riffle), yang merupakan bagian sungai yang mengalir deras, lebih merupakan tempat mencari pakan (feeding ground) bagi ikan-ikan tersebut.

“Ikan-ikan tersebut berdistribusi selain di wilayah Maros, juga sampai ke Kabupaten Pangkajene Kepulauan (PangKep), Kabupaten Goa, Bone, Sanrego, dan Sopeng Sulawesi Selatan. Kondisi habitat yang disenangi adalah air jernih dengan suhu antara 20-25oC, pH air pada angka 7 atau lebih, baik pada wilayah berbatu maupun bervegetasi. Ikan ini menikmati suasana sungai yang dangkal maupun sampai kedalaman 1,5 m,”ungkapnya.

Habitat Buatan
Salah satu upaya untuk mencegah kepunahan ikan hias Pelangi Sulawesi adalah dengan teknologi domestikasi yaitu suatu kegiatan/aktivitas manusia dengan mengambil atau mengangkat hidupan liar ikan hias dari alamnya untuk dipelihara pada kondisi terkontrol dan dikembangbiakkan dalam habitat buatan. Habitat semi insitu atau semi exsitu yang dibuat sebagai bagian dari habitat alaminya (sungai). Air sungai dibelokkan kemudian masuk ke suatu lokasi yang terkontrol. Kondisi fisika kimia airnya dibuat sama dengan habitat alami. Air sungai setelah melewati areal terkontrol ini kembali mengalir secara alami.

“Pengembangan secara semi in situ ini sangat baik bagi ikan terutama dalam hal masa adaptasi ikan yang relatif singkat, sehingga ikan mampu bereproduksi secara alami. Kemudian kebutuhan pakan juga mudah karena mengandalkan sumber daya dari areal asli berupa bentik, serangga air yang berkembang sendiri. Sistem semi insitu ini dinyatakan berhasil,” ungkapnya.


Keunggulan ikan hasil domestikasi adalah kelangsungan hidup/survival rate (SR) yang lebih tinggi daripada ikan yang ditangkap langsung dari alam, ikan lebih adaptif terhadap lingkungan baru, penampilan warna yang lebih cerah, ikan dapat diproduksi secara massal dan produksi tidak tergantung dari tangkapan dari alam,” pungkasnya. (IkS).