Covid 19 merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus corona
baru (novel) yang masih belum banyak dipahami eksistensi dan viabilitas di lingkungan.
Keberadaan atau eksistensi virus ini di air limbah atau di lingkungan perairan
sangat terkait dengan morfologi dan struktur serta alur transmisinya. Virus penyebab
Covid 19 di identifikasi sebagai virus corona SARS-CoV-2. Virus ini hanya berupa
partikel kecil berbentuk sirkular (diameter ?100 nm) disebut virion yang terdiri
dari “strand” tunggal material genetik RNA dengan penutup lemak yang mudah rusak.
Sudah diketahui bahwa virus CoV-2 ditemukan pada feses, ludah atau mucus di hidung
pasien CoV-2 ataupun orang terinfeksi virus ini dengan tanpa gejala. Air limbah dari feses melalui buangan dari toilet dan ludah yang mengandung
virus CoV-2 yang belum diolah terutama pada air limbah rumah sakit atau selokan
air limbah domestik seperti di Indonesia apabila masuk ke perairan tentunya dapat
mengkontaminasi perairan. Indonesia diketahui masih belum mempunyai sistem sanitasi
yang baik. Pengujian pada air limbah “sewage” secara lokal di negara maju seperti
Belanda, Perancis, Amerika dan Australia menunjukkan keberadaan virus CoV-2 pada
air limbah. Saat ini diketahui bahwa virus CoV ini dapat bertahan hidup beberapa
hari di lingkungan di luar sel hidup.
Kontaminasi virus CoV-2 pada air limbah selokan dan akhirnya masuk ke perairan
bisa langsung atau melewati aliran tangki septik (Gambar 1). Tangki septik hanya
merupakan pemisahan feses padat dan cair dan pengolahan secara anaerobik oleh
bakteri. Namun aliran dari tangki septik masih mengandung bakteri pathogen seperti
e-coli atau coliform dan kemungkinan besar apabila terkontaminasi virus CoV-2
aliran dari tangki septik juga masih mengandung virus tersebut. Area urban atau
perkotaan di Indonesia seperti DKI Jakarta atau area JABODETABEK yang terdapat
lebih banyak orang terinfeksi CoV-2 diduga akan banyak juga virus masuk ke saluran
air limbah selokan dan berakhir di perairan sungai-sungai atau danau urban (Situ).
Apalagi diketahui hampir sebagian besar di area pemukiman penduduk yang padat
(area perkampungan urban) tidak terdapat pengolahan air limbah komunal. Sistem
perumahan hampir rata-rata dilengkapi dengan tangki septik untuk mengolah feses
namun demikian masih ada penduduk yang masih membuang air besar langsung ke sungai-sungai.
Sedangkan untuk air limbah domestik umumnya langsung masuk ke selokan. Potensi perairan di area urban untuk terkontaminasi visrus CoV-2 cukup besar.
Belum ada laporan penularan virus air limbah atau perairan terkontaminasi oleh
virus CoV-2 terhadap manusia melewati kontak langsung. Namun demikian bagi petugas
kebersihan ataupun monitoring kualitas air perairan yang mungkin terkontaminasi
virus ini tetap harus menggunakan alat dan baju pelindung atau “APD”. Air limbah
atau perairan yang terpolusi mengandung tidak saja virus berbahaya tetapi juga
senyawa kimia dan bakteri yang berbahaya. Sudah diketahui bahwa air limbah atau
perairan dapat menularkan penyakit atau “water born disease” seperti yang disebabkan
oleh bakteri pathogen. Belum diketahui juga bahwa virus CoV-2 merupakan “water
born disease” atau bisa tertransmisi melalu air.
Virus Coid-19 merupakan material protein yang di bungkus oleh material lemak.
Penggunakan diterjen atau sabun dan disinfektan dapat membunuh virus tersebut.
Sistem pengolahan air limbah domestik untuk “grey dan black water” yang dilengkapi
dengan proses disinfeksi atau pemberian disinfektan seperti di negara-negara maju
akan mengahsilkan air olahan yang bebas dari virus CoV-2. Virus ini dapat di non-aktifkan
menggunakan disinfektan klorin dengan dosis 10 mg/L selama 10 min (Wang et al,
2005). Coagulation-filtration system dapat menurunkan kandungan virus sampai dengan
70% di air limbah olahan. Chotosan merupakan koagulan yang terbaik dalam menurunkan
kandungan virus di air limbah (Carducci et al., 2020)
Viabilitas virus CoV-2 di perairan pun juga kecil ditemukan di negara-negara maju. Tidak demikian yang terjadi untuk perairan di Indonesia terutama di area perkotaan yang belum mempunyai sistem sanitasi yang memadai. Hampir sebagian besar perairan (sungai, situ) masih menerima beban limbah yang cukup besar dari air limbah domestik.
Viabilitas virus CoV-2 mungkin saja cukup besar. Namun demikian ketahanan virus
di perairan masih perlu di teliti. Berapa lama virus dapat bertahan hidup di dalam
air apa lagi air limbah. Virus Covid 19 di perairan mungkin saja dapat mengkontaminasi
biota air. Alexyuk et al (2017) melaporkan keberadaan virus dari famili Coronaviridae
di perairan (sungai, danau dan waduk). Hasil telaah keberadaan dan ketahanan mengindikasikan
virus CoV-2 di lingkungan perairan tidak stabil. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi
ketahanan virus di air. Virus CoV-2 sangat tinggi tingkat infeksinya pada suhu
20 oC selama 4 – 5 hari. Peningkatan suhu > 25 oC dapat menurunkan aktivitas virus
Covid 19 (La Rosa, 2020). Kajian terhadap virus corona penyebab flu burung (SARS-CoV)
yang masih berkerabat dengan virus CoV-2 menunjukkan bahwa viabilitas virus ini
di air limbah rumah sakit, domestik dan air keran selama 2 hari pada suhu 20 oC
dan mencapai > 14 hari pada suhu 4 oC (Wang et al, 2005).
Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi viabilitas virus CoV-2 antara lain
suhu, pH, iklim/kondisi musim. Keberadaan virus tidak stabil di lingkungan perairan
dikarenakan virus sangat rentan terhadap senyawa oksidan.
Kepentingan mendeteksi virus Covid-19 di air limbah atau perairan
Mengetahui keberadaan dan level virus CoV di sistem aliran limbah dan perairan
dapat mengindikasikan jumlah infeksi virus terhadap populasi di suatu area pada
tingkat lokal. Apalagi diketahui banyak orang terinfeksi CoV dengan tanpa gejala
atau dengan gejala sedang, sehingga keberadaan virus CoV di air limbah dapat mendeteksi
kasus Covid-19 pada populasi di suatu area. Monitoring virus CoV-2 menggunakan
RT-qPCR (real time polymerase chain reaction) terhadap air limbah menunjukkan
hasil 78 – 100% positif pada semua sample air limbah uji di Amerika, Perancis
dan Australia (Wu et al., 2020; Wurtzer et al., 2020 dan Ahmed et al., 2020).
Ada peningkatan dan penurunan material genetic dari virus CoV-2 di air limbah
sejalan dengan peningkatan dan penurunan kasus Covid 19 pada manusia secara lokal
di kota Paris pada periode PSBB (lock down) (Wurtzer et al., 2020). Ahmed et al.
(2020) dari hasil kuantifikasi konsentrasi virus CoV-2 (jumlah kopi RNA dari hasi
uji RT-qPCR pada air limbah di Brisbane area dengan menggunakan simulasi model dapat memperkirakan
jumlah orang yang terinfeksi pada area tangkapan aliran air limbah domestik (sewage).
Perkiraan jumlah orang yang terinfeksi berkorelasi kuat dengan tingkat keberadaan
virus CoV-2 di air limbah.
Jenis “tracking” limbah sudah banyak dilakukan di negara maju. Pengujian atau
“tracking” limbah untuk virus Covid 19 dapat dilakukan secara komunal atau kompleks
pemukiman. Hasil uji yang menunjukkan positif pada air limbah atau perairan dapat
menjadi rekomendasi untuk tindak lanjut isolasi suatu area atau kompleks pemukiman.
Monitoring virus di sistem aliran buangan dan badan air penerima air buangan
dapat memberikan informasi sirkulasi virus pada populasi. Di area kota yang sudah
mempunyai sistem pengeloahan limbah terpusat dapat memonitor pada sistem air buangan.
Namun untuk di area yang belum terdapat sistem buangan air limbah bisa dimonitor
melalui air selokan atau perairan di area perkotaan. Keberadaan virus di sistem
air limbah dapat mengindikasikan infeksi virus terhadap populasi di suatu area
menurun atau meningkat.
Masih perlu penelitian dan pemahaman lebih dalam terhadap eksistensi dan viabilitas
virus Covis 19 pada air limbah atau perairan. Bagaimana tingkat kepercayaan dari
hasil positif atau negatif dari hasil uji dan pemahaman terhadap pola penurunan
atau peningkatan level virus Covid 19 di air limbah ataupun perairan? Keadaan
darurat SARS-CoV-2 yang sedang berlangsung dan tuntutan penyebarannya yang cepat
membutuhkan perhatian khusus untuk mendeteksi CoV-2 di air. Kelangkaan informasi
pada keberadaan dan kegigihan virus corona di lingkungan perairan perlu penelitian
yang mendesak. Sementara itu, kita harus menanggapi pandemi yang sedang berlangsung
dengan mengambil tindakan pencegahan dan menganggap bahwa ada potensi untuk transmisi
sekunder, yang mungkin saja lewat air. Carducci et al. (2020) menyarankan penelitian
terkait air limbah ataupun perairan di perkotaan yang dilakukan harus mencakup
antara lain:
• Kembangkan metode yang efisien untuk konsentrasi dan mendeteksi CoV-2 di kolom
air
• Mengevaluasi kelangsungan hidup virus ini dalam kondisi alami, di suhu yang berbeda
dan dalam berbagai jenis air
• Lakukan pengolahan air dan disinfeksi untuk menghindari kontaminasi dari air
limbah perkotaan dan rumah sakit
• Mengevaluasi implikasi dari penggunaan air olahan untuk kebutuhan pertanian termasuk
kemungkinan kontaminasi dari makanan (sayuran mentah)
• Menetapkan sistem pengawasan melalui pemantauan air limbah terhadap potensi sirkulasi
virus. (CYN ed YO)