Kelompok Penelitian Rekayasa Sumberdaya Perairan Darat

  1. Drs. Tjandra Chrismadha, M.Phill. (Ketua)
  2. Dra. Djamhuriyah S. Said, M.Si.
  3. Dr. Ir. Fauzan A.
  4. Dr. Tri Widiyanto, M.Si.
  5. Dr. Livia Rossila
  6. Triyanto, S.Pi, M.Si
  7. Nina Hermayani Sadi, M.Si
  8. Novi Mayasari, S.Pi., M.Si.
  9. Sekar Larashati, M.Si., Ph.D.
  10. Miratul Maghfiroh S.TP, M.S

Perairan darat beserta lingkungannya merupakan satu ekosistem yang di dalamnya terdiri dari komponen-komponen ekosistem yang secara integratif menyelenggarakan fungsi-fungsi ekosistem. Komponen-komponen ini meliputi komponen biologis, yaitu kekayaan biota di dalam perairan danau, serta komponen fisika-kimia, seperti geologi, klimatologi, hidrologi, sedimen, dan lain sebagainya. Antar komponen dalam ekosistem saling berinteraksi dalam bentuk proses-proses ekologis yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan siklus-siklus materi dan energi di dalamnya. Proses-proses ekologis menentukan keberlangsungan fungsi-fungsi ekosistem perairan darat, yaitu sebagai sumber air, habitat, dan siklus nutrien.
Upaya pengembangan teknologi didasarkan pada pengenalan komponen utama yang mengendalikan fungsi dan mensimulasikan kondisi ekosistem dengan memanfaatkan komponen utama  tersebut sebagai instrumen pengendali untuk revitalisasi fungsi tertentu tadi.  Beberapa litbang yang telah dilakukan disajikan di bawah ini.

Peningkatan Produktivitas Kultur Mikroalga Menggunakan Fotoreaktor Tubular

Mikroalga dalam ekosistem perairan darat merupakan komponen biotik yang banyak ditemukan sebagai fitoplankton, dan berperan penting sebagai produsen primer. Berbagai hasil penelitian telah mengemukakan potensi pemanfaatan kelompok mikroorganisme ini, khususnya untuk keperluan pakan dan pangan fungsional, yaitu sebagai biomassa pakan larva ikan dan udang, sumber protein, dan sumber berbagai bahan kimia, seperti antioksidan dan asam lemak tak jenuh. Meskipun demikian, upaya produksi mikroalga secara besar-besaran belum berhasil dilakukan, terutama terkendala dengan tingkat produktivitas biomassa yang rendah akibat keterbatasan penetrasi cahaya pada kolom media kulturnya.


Alga biru Spirulina, sistem kultur fotobioreaktor tubular, dan pengolahan biomassanya (Foto: T. Chrismadha).

Apartemen Udang Galah, Lebih Nyaman Dan Lebih Produktif

Tingginya harga udang komersial yang beredar di pasaran, serta kebutuhan akan adanya pasokan protein ikan alternatif mendorong penelitian dalam budidaya udang galah. Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) diketahui mengandung kadar protein yang tinggi (60-70 %) dan rasa yang tidak kalah dengan dari udang komersial lainnya, seperti udang windu. Selama ini udang galah dikonsumsi masyarakat dengan menangkapnya dari perairan alaminya seperti sungai-sungai di Kalimantan, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, dan Sulawesi. Di Jawa, populasinya di alam sudah sangat berkurang karena tekanan aktivitas manusia terhadap lingkungan hidupnya. Karenanya, budidaya udang galah di masyarakat makin lama makin berkembang, walaupun produksinya masih relatif rendah. Teknologi budidaya seperti reproduksi, manajemen kualitas air, manajemen kolam dan pakan masih memerlukan kajian melalui penelitian.


Desain kolam arus deras dan apartemen udang galah (Foto: T. Chrismadha).

Upaya meningkatkan produktivitas budidaya udang galah di Puslit Limnologi LIPI telah dilakukan melalui pendekatan kesesuaian habitat dan efisiensi ruang. Kesesuaian habitat didekati dengan konsep kolam arus deras dengan kesuburan air terkontrol (Ali dkk., 2002). Hal ini sesuai dengan habitat alami udang galah yang banyak hidup di lingkungan perairan sungai. Sementara itu efisiensi ruang didekati dengan konsep stratifikasi substrat tumbuh dengan menyediakan tempat pijakan berlapis yang kemudian lebih dikenal sebagai apartemen udang.


Aplikasi teknologi apartemen di kolam masyarakat Kabupaten Bogor (Foto: T. Chrismadha & F. Ali).

Aplikasi Bioremediasi Pada Tambak

Pada dekade tahun 1980-an udang windu merupakan komoditas ekspor non migas yang sangat menguntungkan, akan tetapi saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Berjuta hektar lahan tambak disepanjang pantura merana dan terlantar. Secara teoritis pengontrolan dan pengendalian senyawa metabolit toksik hanya dapat dilakukan dengan melalui aktivitas biologis yang banyak dilakukan oleh kelompok mikroorganisme (bakteri). Hal inilah yang mendorong dikembangkannya penelitian dan  pengkajian tentang metode bioremediasi untuk mengontrol terjaganya tingkat kualitas air yang dibutuhkan dalam usaha budidaya udang windu. Metode bioremediasi yang dikembangkan adalah dengan memanfaatkan aktivitas bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi indegenous yang berasal dari sistem tambak itu sendiri (Widiyanto dkk., 2006). Beberapa isolat bakteri telah berhasil diisolasi dan diseleksi skala laboratorium serta uji lapangan untuk pengendalian kualitas air tambak memberikan hasil yang baik, khususnya yang terkait dengan daur nitrogen dan kandungan oksigen terlarut.

 
 

Isolat bakteri nitrifikasi dan denitrifkasi hasil seleksi (Foto: T. Widiyanto).

 
 

Persiapan inokulem bakteri agen bioremediasi (Foto: T. Widiyanto).

 
 

Udang hasil Uji Coba Metode Bioremediasi Skala Pilot di Karawang Jawa Barat (Foto: T. Widiyanto).

Pengembangan Kanal Perifiton Untuk Pengendalian Limbah

Perifiton merupakan sekelompok mikroorganisme autotrofik didominasi oleh mikroalga berasosiasi dengan bakteri, jamur dan mikro fauna lainnya, hidup berkoloni dan menempel pada benda padat di zona bentik suatu perairan. Selain produsen primer utama pada ekosistem lotik, perifiton juga merupakan indikator yang sangat tepat untuk menentukan kondisi ekologis dan pencemaran suatu perairan. Beberapa keunikan mikroorganisme ini diantaranya, perifiton dapat tumbuh pada kondisi cahaya dan nutrient yang terbatas, hidupnya sangat dipengaruhi oleh suhu, komunitas perifiton mampu dengan cepat menyerap nutrisi di badan air dan tumbuh dengan populasi yang bervariasi dalam spesies. Pertumbuhan populasi yang berlebihan perifiton ini dapat terjadi di alam atau di kanal yang mengalami peningkatan suhu dan kurangnya pengelolaan arus atau kelebihan nutrien pada daerah padat penduduk, aliran pada fasilitas pengolahan air limbah, kawasan pertanian, penggundulan hutan dan gangguan tanah lainnya.


Fotobioreaktor kanal perifiton (Foto: Nofdianto).


Aplikasi kanal perifiton pada sistem aquakultur (Foto: Nofdianto).


Tubular-Fotobioreaktor perifiton (Foto: Nofdianto).


Model kanal perifiton uptake logam berat (Foto: Nofdianto).

Pemanfaatan Tumbuhan Air Terapung  untuk Pakan dan Kontrol Kualitas Air pada Budidaya Perikanan

Pakan dan kualitas air merupakan kendala utama dalam usaha budidaya perikanan. Kedua permasalahan tersebut dapat diatasi secara terpadu dengan memanfaatkan tumbuhan air yang berfungsi ganda, yaitu sebagai fitoremediator kualitas air dan sumber pakan alami. Pengembangan teknologi budidaya perikanan terpadu ini telah dilakukan di Puslit Limnologi mulai tahun 2011 sampai dengan sekarang. Tumbuhan air yang dipilih adalah jenis mata lele (Lemna perpusilla Torr.), yang telah diketahui tumbuh kosmopolit di perairan tropis termasuk di Indonesia.


Satu rumpun lemna (kiri) dan ‘root sheath’ dan ‘venae’ sebagai penciri jenis Lemna perpusilla Torr (Foto: T. Chrismadha).


Kultur massal lemna di Puslit Limnologi LIPI Cibinong (Foto: T. Chrismadha).


Biomassa kering lemna bisa disimpan lama (Foto: T. Chrismadha).

Pengembangan Akuaponik Memanfaatkan Media Limbah Perikanan

Akuaponik merupakan sebuah hasil perkawinan antara teknologi akuakultur dan agrikultur,  yakni menggunakan limbah ikan yang mengandung semua nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman secara optimal. Akuaponik menggunakan tanaman dan media di mana mereka tumbuh untuk membersihkan dan memurnikan air, setelah itu dikembalikan ke tangki ikan. Air ini dapat digunakan kembali tanpa batas waktu dan hanya perlu diganti bila hilang akibat transpirasi dan evaporasi. Siklus nitrogen pada system akuaponik dimulai dengan masuknya protein melalui pakan dan ekskresi ikan untuk membentuk total amonia nitrogen (TAN) dalam sirkulasi air. Amonia (NH3) kemudian dikonversi menjadi nitrat (NO3) oleh bakteri nitrifikasi (Nitrosomonas spp., dan Nitrobacter spp.). Ammonium (NH4+) dan NO3 selanjutnya diambil oleh tanaman, dan dua hasil panen (tanaman dan ikan) yang diperoleh dari sistem.


Pengembangan Akuaponik di Pusat Penelitian Limnologi-LIPI Cibinong (Foto: Nofdianto).

Peningkatan Kualitas Pada Ikan Hias

Indonesia memiliki sumber daya ikan hias jenis asli maupun endemis seperti ikan-ikan pelangi baik yang dari Papua maupun Sulawesi., ikan dari Sumatra seperti ikan botia, ikan sumatra, ikan bada. Ikan-ikan tersebut memiliki ukuran tubuh  yang memadai dan  beraneka warna yang memikat para penggemar ikan hias. Keindahan yang ditampilkannya terutama pada jenis kelamin jantan dan umumnya jenis kelamin jantan lebih disenangi karena di samping keindahan warna, juga gerakannya yang lebih atraktif.  Umumnya bersifat  schooling fish sehingga memberikan keunikan tersendiri terutama saat ikan ini berada dalam akuarium. Akan tetapi kondisi yang dihadapi bahwa jumlah individu ikan jantan selalu lebih kecil daripada individu betina, pertumbuhan yang relatif lambat, ketahan hidup yang rendah, dan juga reproduksi yang belum optimal.  

Untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut Pusat Penelitian Limnologi melakukan beberapa penelitian untuk peningkatan kualitas ikan hias asli/endemis, seperti melakukan hibridisasi untuk meningkatkan jumlah individu ikan berkelamin jantan. Penelitian juga dilakukan mendapatkan informasi kesesuain pakan untuk reproduksi, pertumbuhan, dan keindahan penampilan warna, kesesuaian lingkungan untuk pertumbuhan optimum, dan juga kondisi biologis lainnya seperti rasio kelamin dalam bereproduksi.


 

Melanotaenia praecox          Glossolepis incisus           Melanotaenia boesemani



Chromobotia macracanthus    Puntius tetrazona (Green)    Marosatherina ladigesi



Contoh Kombinasi pasangan induk ikan pelangi dan hibrida terpilih (Sumber: D.S. Said).


Sumber: Buku Tiga Dasawarsa Berkarya Pusat Penelitian Limnologi LIPI. Lukman dkk. 2017. LIPI Press.