Kelompok Penelitian Pengendalian Pencemaran Perairan Darat

  1. Dr. Cynthia Henny, M.Sc. (Ketua)
  2. Ir. Sulastri
  3. Dr. Ignasius Dwi Atmana Sutapa
  4. Dra. Awalina, M.Si.
  5. Dr. Ir. Gunawan Pratama Yoga, M.Sc
  6. Sulung Nomosatryo, M.Si
  7. Eka Prihatinningtyas, ST., MT.
  8. Fifia Zulti,M.Si
  9. Arianto Budi Santoso, S.Si., MSc.
  10. Irma Melati, M.Si.
  11. Guruh Satria Ajie, M.Sc.
  12. Evi Susanti, S.Si., M.T.
  13. Riky Kurniawan, S.Si.
  14. Astried Sunaryani , S.Si, M.T
  15. Taofik Jasalesmana , S.Si.
  16. Nurul Setiadewi, S.T.

Ekosistem perairan darat di Indonesia sudah mengalami tekanan akibat meningkatnya pemanfaatan sumber daya tersebut dan aktivitas manusia yang tidak memperhatikan keseimbangan dan daya dukung ekosistem tersebut. Pemanfaatan ekosistem berupa pemanfaatan air, untuk infrastruktur, pembangkit tenaga listrik juga menjadi tekanan terhadap ekosistem perairan karena merubah fisik dan regim air. Aktivitas antropogenik terhadap sumberdaya perairan darat telah memicu pencemaran perairan, perubahan habitat akuatik berdampak terhadap degradasi kualitas air dan kerusakan ekosistem perairan. Tekanan antropogenik yang dipicu oleh peningkatan penduduk dan urbanisasi menyebabkan perubahan tata guna lahan dan area sempadan. Disamping itu aktivitas domestik, pertanian, industri dan penambangan diikuti dengan meningkatnya air buangan limbah dari aktivitas tersebut telah menyebabkan pencemaran nutiren, orgnik, bahkan polutan yang bersifat toksik dan bakteri patogen di badan air.

Pengelolaan Kualitas Air

Sumberdaya perairan darat di Indonesia terdiri dari kategori yakni badan air permukaan alami dan satu kategori tambahan eksositem perairan darat buatan manusia: air mengalir atau ekosistem lotik (sungai); air tergenang atau ekosistem lentik (Danau dan Situ), ekosistem rawa/lahan basah dan badan air artifisial atau yang dimodifikasi (waduk, kanal, kolong bekas tambang).
Puslit Limnologi selaku satuan kerja di lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia merupakan satuan kerja yang memiliki tupoksi melakukan kegiatan mempelajari karakteristik limnologis melalui pengamatan kualitas air dan pemahaman proses-proses yang ada di dalamnya antara lain proses biogeokimia yang menentukan kualiatas air secara alami dan dampak masukan dari aktivitas antropogenik yang mempengaruhi perubahan kualitas air di berbagai tipe perairan. Pada awal berdiri dari tahun 1987 sampai saat ini penelitian yang dilakukan oleh Puslit Limnologi LIPI terkait kualitas air mencakup tipe perairan darat dari area hulu dan hilir, dari “reference site” untuk perairan yang masih alami sampai dengan perairan yang tercemar ringan sampai berat dengan lokus beberapa danau-danau kecil di area Jabodetabek yang dikenal dengan situ, di Jawa Barat dan beberapa telaga di area Jawa, waduk-waduk, dan danau-danau besar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi bahkan Papua. Beberapa penelitian terkait kualitas air dan dampak pencemaran terhadap sungai juga dilakukan di beberapa wilayah sungai di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Pada era setelah 2006 karya penelitian dari Puslit Limnologi menambah referensi mengenai karakteristik limnologi, proses geokimia sumberdaya air baru akibat aktivitas tambang yang dikenal “kolong” atau danau bekas tambang di Provinsi Bangka Belitung.

Karakteristik dan Permasalahan Kualitas Air Beberapa Tipe Sumberdaya Perairan Darat

Penelitian terkait kualitas air difokuskan pada “screening” karakter limnologis dasar sampai pada dampak pencemaran terhadap sumber daya periaran darat. Parameter-parameter indikator yang diamati meliputi karakter fisika kimia baik pengukuran langsung menggunakan alat “Water Quality Checker” antara lain pengukuran suhu, pH, konduktivitas, turbiditas, TDS (total dissolved solids) dan oksigen terlarut (DO). Parameter indikator kualitas air dari hasil analisa laboratorium terhadap sampel air dan sedimen dari perairan darat antara lainnya parameter senyawa kimia dari senyawa “nir konservatif” antara lainnya kandungan nutrien dan kandungan organik baik total maupun senyawa terlarut dari unsur makro dan mikro sampai senyawa toksik baik inorganik seperti logam berat maupun organik. Namun demikian penelitian tidak terbatas pada pengukuran parameter kualitas air sebagai indikator pencemaran saja tetapi juga pemahaman proses transformasi dan biogeokimia sampai kepada siklus dari unsur-unsur penyusun dari kualitas air ekosistem perairan.

Danau-Danau Kecil (Situ dan Telaga)

Situ dan telaga merupakan danau-danau kecil yang umumnya bisa dikategorikan sebagai danau alami namun lebih banyak sebagai danau buatan. Permasalahan kualitas air yang dihadapi danau-danau kecil terutama situ-situ di wilayah Jabodetabek akibat pertambahan penduduk/urbanisasi adalah aktivitas di daerah aliran sungainya (DAS) berupa perubahan tata guna lahan, pendangkalan, penutupan permukaan air oleh tanaman gulma dan pencemaran air akibat limpasan air perkotaan, pertanian dan buangan air limbah domestik dan industri tanpa pengolahan terlebih dahulu.  Penelitian mengenai kualitas air dan resiko kerusakan situ/telaga telah dilakukan sejak awal Puslit Limnologi LIPI berdiri. Beberapa penelitian penting yang dilakukan adalah dampak tata guna lahan pada beberpa danau-danau kecil di Jawa dan dampak urbanisasi dan aktivitas di area sempadan, dan zona buffer situ terhadap beberapa situ-situ di wilayah Jabodetabek.

Danau kecil/telaga di Pulau Jawa

Kajian yang telah dilakukan di danau-danau kecil di Pulau Jawa melihat keterkaitan antara kualitas air dengan tipe penggunaan lahan. Luasan danau di Jawa berkisar antara 1,1 – 213,3 Ha. Danau-danau di Jawa memiliki ukuran kecil (<10 Km2), namun jumlahnya cukup banyak dan menjadi sumber kehidupan masyarakat di P. Jawa yang jumlah penduduknya paling padat di Indonesia. Danau selain untuk menyediakan  air bersih, energi listrik dan pangan (perikanan dan pertanian) juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Padatnya jumlah penduduk di Jawa meningkatkan perluasan penggunaan di wilayah tangkapan air dan pemanfaatan sumberdaya perairan danau yang intensif. Ada korelasi tata guna lahan untuk tumbuhan rumput dengan konsentrasi nitrat, sedangkan untuk perladangan dan perkebunan berkorelasi dengan tinggkat kekeruhan perairan. Gradien letak ketinggian berkorelasi dengan suhu dan konsentrasi fosfat di perairan. Umumnya danau yang diamati diklasifikasikan pada tingkat kesuburan dan tercemar sedang. Telaga Regulo dan Situ Lembang masih memiliki kualitas perairan yang baik dan dapat dijadikan lokasi rujukan untuk monitoring dan evaluasi perubahan kualitas air danau kecil di Pulau Jawa (Sulastri dkk., 2009).

Situ-situ JABODETABEK

Situ-situ Jabodetabek merupakan danau kecil yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Situ-situ ini diketegorikan sebagai danau urban dikarenakan wilayah Jabodetabek merupakan wilayah perkotaan (urban) yang menyatu yang disebut dengan istilah Kota Megapolitan. Situ-situ Jabodetabek sudah mengalami tekanan yang tinggi seperti pengerukan, pengerusakan daerah pantai atau riparian, menjadi tempat buang sampah bahkan limbah dari buangan rumah tangga, pertanian dan industri. Selain melihat resiko kerusakan dan kehilangan situ juga resiko tingkat pencemaran, eutrofikasi dan penutupan permukaan oleh tanaman invasif. Temuan Henny dan Meutia (2014a,b) dari sejak jaman penjajahan Belanda tahun 1930-an sampai saat ini situ rentan untuk hilang dijadikan pengembangan area urban untuk pemukiman. Dari 203 situ yang berada di DAS Ciliwung-Cisadane diamati 25% diantaranya mengalami kerusakan, pendangkalan dan area mengecil bahkan mengalami penutupan oleh gulma air dan 50% dari situ yang ada di Jabodetabek tersebut masuk pada kategori rusak dan tercemar.




Pencemaran situ dan tipe pengembangan pantai/sempadan dan riparian situ
(diturap dan alami) (Foto: Cynthia Henny).


Danau Besar

Penelitian terkait kualitas air danau-danau besar di Indonesia yang telah dilakukan Puslit Limnologi dari tahun 1990 melihat distribusi spasial, temporal bahkan vertikal dari parameter indikator penentu kesehatan ekosistem perairan. Walau awalnya lebih kepada “screening” karakteristik limnologis dari danau tersebut namun kajian-kajian sudah mengarah kepada melihat karakteristik kualitas air berdasarkan tipologi danau dan senyawa indikator penentu dari tipe danau tersebut. Tipe danau volkanik misalnya dicirikan pada adanya kandungan gas belerang (sulfida) dan karbonat yang tinggi, sedangkan danau tektonik bisanya dicirikan dengan kandungan mineral yang tinggi dan cendrung sangat rendah nutrien, dan danau paparan banjir dicirikan pada kandungan padatan tersuspensi dan nutrien yang tinggi. Permasalahan yang dihadapi dari ketiga tipe danau ini di Indonesia juga beragam dan kompleks dan respon dari masing-masing tipe danau juga berbeda. Berikut beberapa hasil penelitian Puslit Limnologi dari tahun 1990 sampai sekarang terkait kualitas air dan permasalahannya di sebagian danau besar di Indonesia, dimana akan disampaikan secara detail kajian-kajain terkait karakteristik kualitas air dan permasalahan kualitas air Danau Maninjau.

Peningkatan beban organik dan pengayaan nutrien beban limbah antrophogenik dan KJA.

Aktivitas antropogenik dan sisa pakan, feces dari KJA serta sel-sel plankton yang mati dan tersedimentasi serta ikan yang mati masal yang dibiarkan saja membusuk di dalam danau berkontribusi baik terhadap peningkatan bahan organik dan nutrien dari kandungan nitrogen dan fosfor di air danau. Tren kandungan nitrogen di lapisan air permukaan terus meningkat dari tahun 2001 sedangkan kandungan fosfor meningkat tajam pada lapisan air hipolimnion yang anoksik. Kandungan total nitrogen (TN) dari 2009 sampai 2016 berkisar 1,3 – 1.4 mg/L dan total fosofor (TP) 0,03 – 0,09 mg/L yang mana di perairan danau yang masih pristin dan bersih kandungan total fosfor < 0.02 mg/L (Henny dan Nomosatryo, 2012; 2016). Nitrogen di dalam air bisa dalam bentuk partikulat dan ion antara lainnya ammonia, nitrit dan nitrat. Kandungan ammonia yang tinggi di air dapat juga memicu toksistas ammonia terhadap ikan pada siang hari/suhu yang tinggi dan pada pH > 8. Indikasi tingginya nutrien dapat dilihat juga dari nilai konduktivitas air danau dan kaitan dengan pH. Profil sebaran konduktivitas dan pH juga menunjukkan adanya peningkatan nilai konduktivitas pada bulan 2011- 2016 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang diikuti juga dengan nilai pH air yang mencapai > 9 pada siang hari. Tidak seperti nitrogen yang bisa hilang di ambil oleh plankton dan hilang ke atmosfir, fosfor sebaliknya pada lapisan air yang aerobik (ada oksigen) akan membentuk mineral dengan zat besi dan kalsium kemudian terakumulasi di dasar danau. Namun dengan adanya hydrogen sulfida yang juga terbentuk di dasar danau dan terdifusi ke permukaan dapat bereaksi dengan zat besi yang terikat dengan fosfat ayang akhirnya melepaskan fosfat kembali ke lapisan air danau.  Kandung fosfor di air dasar danau mencapai 0,5 mg/L. Kandungan nutrien terutama nitrogen dan fosfor yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman/alga. Melimpahnya kandungan nutrien, dengan cukup cahaya dan hangat, air yang tidak bergerak dan kurang pengadukan dapat menyebabkan peledakan populasi alga (algae bloom) yang dikenal dengan istilah eutrofikasi. Kondisi trofik Danau Maninjau sudah berubah dari mesotrofik menjadi eutrofik bahan pada kondisi musim kemarau yang panjang danau mengalami kondisi hiperutrofik ditandai dengan warna air yang hijau pekat.

Kandungan sulfur dalam bentuk hidrogen sulfida yang tinggi di lapisan hipolimnion anoksik danau.

Danau Maninjau merupakan tipe danau tekto-volkanik yang mempunyai kandungan belerang dalam bentuk hidrogen sulfida di lapisan hipolimnion yang anoksik. Peningkatan beban organik di lapisan hipolimnion memicu peningkatan produksi hydrogen sulfida oleh bakteri pereduksi sulfat.  Walaupun sudah terindikasi adanya belerang di Danau Maninjau namun keberhasilan pengukuran dan pemahaman dinamika dan profil kandungan sulfida baru ditemukan pada tahun 2007. Oleh karena itu penelitian mengenai dinamika sulfida menjadi temuan yang penting bagi Puslit Limnologi dalam meningkatkan pemahaman terhadap akar permasalahan yang terjadi di danau Maninjau. Sebelum hasil temuan ini bahkan sampai sekarang masih saja ada pemahaman bahwa keberadaan belerang sulfida berasal dari adanya aliran dari gunung berapi.

Perubahan komposisi fitoplankton.

Tren menurunnya kualitas air D. Maninjau dengan kelebihan unsur hara, dan pencemaran bahan ork diikuti dengan perubahan komposisi fitoplankton yang dominan dari famili Chrysophyta (diatom) ke Chlorophya (alga hijau) tahun 2005  dan selanjutnya famili Cyanophyta (alga biru hijau) yang dominan pada tahun 2009, 2014. Perubahan komposisi fitoplankton merupakan indikator degradasi kualitas air D. Maninjau. Peningkatan populasi alga biru hijau (Cyanophyta) adalah konsekuensi umum pada perairan eutrofik. Jenis-jenis alga biru hijau yang dominan di D. Maninjau adalah Microcystis aeruginosa, Cylindrospermopsis raciborskii, Ahanizomenon, Anabaena affinis yang merupakan jenis alga beracun. Peledakan populasi alga biru hijau (Cyanophyta) menyebabkan adanya gumpalan alga berbentuk karpet di permukaan perairan (water scum), bau kurang sedap dan adanya bahan beracun yang dapat mengancam kesehatan kehidupan akuatik dan manusia (Sulastri dkk., 2015). Peledakan populasi alga (alga blooming) yang dipicu oleh tingginya kandungan nutrien ditandai dengan tingginya kandungan klorofil-a yang menyebabkan air danau berwarna hijau pekat. Konsentrasi klorofil-a berfluktuasi dengan konsentrasi tertinggi > 100 µg/L, terjadi pada bulan Oktober 2011. Tingginya kandungan organik dan kolofil-a diindikasikan dengan turbiditas yang tinggi sehingga penetrasi cahaya ke air bagian dalam terhambat. Kecerahan air danau pun menurun.  Kecerahan air danau terus menurun mulai dari 3,5 m pada 2005 menurun sampai 1 m pada September 2016 yang mengindikasikan danau sudah mengalami eutrofikasi berat.

Sulfur pada permukaan Danau Maninjau: Indikasi Hypoxia danau
(Henny, 2016).

Danau Bekas Tambang

Danau bekas tambang (DBT) merupakan danau buatan pasca penambangan. Penelitian danau tambang yang telah dilakukan oleh Puslit Limnologi meliputi DBT di Provinsi Bangka Belitung yang penduduk lokal menyebut dengan istilah kolong. Kolong adalah badan air berupa danau-danau kecil yang terbentuk akibat galian dari aktivitas penambangan timah. Kolong-kolong air bekas tambang ini telah menjadi sumber air baru yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di Pulau Bangka. Penelitian mengenai karakteristik kualitas air dan dampak pemanfaatn dilakukan terhadap 43 kolong bekas tambang pada tahun 2007 – 2009.

Kajian Biogeokimia

Salah satu hal yang sangat penting dilakukan dalam pengelolaan ekosistem perairan darat adalah mendeskripsikan kualitas air dari ekosistem tersebut. Kondisi kualitas air merupakan dasar dalam mengkarakteristik suatu ekosistem perairan dan sangat bergantung pada proses geokimiawi dan biologi. Pemahaman mengenai dinamika dan ketersediaan senyawaan kimia baik di kolom air ataupun sedimen lebih dari sekedar mengukur konsentrasi kimiawi dan kelimpahan biotanya saja. Untuk mengelola danau secara holistik, pemahaman mengenai proses biogeokimia yang terjadi di ekosistem tersebut sangatlah penting untuk dipahami dan dilakukan.  Dengan memahami proses biogeokimia (yang merupakan multidisiplin ilmu dasar yang mengaitkan antara ilmu biologi, geologi dan kimia) diharapkan dapat mengambarkan lebih detil siklus-siklus elemental makro (C, N, S, dan P) yang mempengaruhi kualitas air di sistem ekosistem tersebut. Selama ini penelitian biogeokimia banyak dilakukan di daerah temperate dan laut. Penelitian biogeokimia di perairan darat khususnya di daerah tropik masih sedikit dan perlu dikembangkan. Tanpa pemahaman proses biogeokimi terutama pada ekosistem danau, permasalahan kualitas air akibat dampak antrhopogenik berupa beban masukan senyawa pencemar yang menggangu dinamika proses-proses alami di danau tidak akan teratasi.  Penelitian yang telah dilakukan adalah berkaitan dengan eutrofikasi, rekonstruksi proses yang terjadi di zaman Archean dan perubahan iklim (Gas rumah kaca).
Penelitian biogeokimia mulai fokus dilakukan pada tahun 2008 yang merupakan kajian kolaborasi Puslit Limnologi dengan peneliti asing antara lainnya dengan Universitas di Canada dan Amerika juga Institut Geologi di Jerman. Penelitian biogeokimia, biogeomikrobiologi dan perubahan iklim untuk merekonstruksi proses yang terjadi di zaman Archean telah dilakukan secara komprehensif di perairan Danau Matano dan Towuti yang merupakan danau kaskade di Kompleks Malili, Sulawesi Selatan. Danau Matano dan Towuti merupakan danau purba di Indonesia yang mempunyai karaketeristik ekosistem endemik yang sangat unik.





Kegiatan Kerjasama Penelitian antara Puslit Limnologi-UBC, Canada-GFZ-Potsdam, Germany (Foto: S. Nomosatryo).

Pengendalian Pencemaran Sumberdaya Perairan
Pengendalian pencemaran sumberdaya perairan darat suatu upaya untuk minimalisasi konsentrasi limbah yang masuk ke perairan dengan menggunakan teknologi pengolah limbah. Kegiatan pengendalian pencemaran merupakan kegiatan yang dikembangkan oleh Puslit Limnologi-LIPI pada periode waktu (1997-2000), pada periode ini banyak dilakukan kegiatan penelitian yang bersifat uji kemampuan beberapa macam pengolah limbah dalam skala laboratorium diantaranya adalah FBR (Fluidized Bed Reactor), RBC (Rotating Biological Contactor) dan Aerobic-Anaerobic Tank serta Activated Sludge. Limbah yang digunakan dalam ujicoba tersebut menggunakan limbah buatan sintetis, limbah kosmetik maupun limbah hasil pencucian peralatan gelas laboratorium.

Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
Sistem Lahan Basah Buatan sudah dikembangkan oleh Meutia dkk. (2000). Pendekatan terbaru, dengan teknologi sederhana, untuk menurunkan pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan air tercemar / limbah menggunakan tanaman dan mikroorganisme (fitoremediasi). Lahan basah buatan merupakan sistem pengolahan air yang merupakan kombinasi interaksi biologis, fisika, kimia terpadu antara tanaman, substrat dan komunitas mikroorganisma; dapat menjadi penampungan/sedimentasi padatan, filtrasi organisme pathogen, bakteri, virus, parasite; sedimentasi fosfor ke dalam sedimen; penguraian materi organik; penyerapan nutrien oleh mikroorganisme dan tumbuhan; tranformasi oleh mikroba ke dalam komponen gas; dan penempelan dan pengendapan fisika dan kimia dalam sedimen (logam-logam berat). Lahan basah buatan yang telah dikaji meliputi berbagai limbah dari limbah laboratorium sampai air lindi dari persampahan dan sangat efektif dalam menyisihkan berbagai macam beban materi pencemar seperti COD, BOD, total suspended solids (TSS), nutrien (nitrogen dan fosfor), patogen (bakteri fecal coliform) dan parasit.

Lahan Basah Untuk Pengolahan Air Limbah Laboratorium Puslit Limnologi (Meutia, 2001)

Lahan Basah Buatan untuk Mengolah Air Limbah Pertanian Sebelum masuk ke Situ Cibuntu (Meutia dkk, 2002)

Sistem Passive Treatment untuk Perbaikan Air Asam Kolong Bekas Tambang Timah untuk Sumber Air Kolam Ikan (Henny & Gunawan, 2011)

Pengolahan air asam tambang menggunakan Sistem “Passive Treatment”
Aktivitas penambangan seperti penambangan timah di Pulau Bangka menghasilkan aliran asam tambang (acid mine drainage(AMD) yang merupakan sumber kontaminasi lingkungan yang menimbulkan pencemaran  pada aliran sungai dan estuarin. Air asam tambang hasil dari aktivitas penambangan biasanya dialirkan ke bekas galian tambang (pit lake) atau ke aliran sungai-sungai. Permasalahan dari air asam tambang adalah kualitas airnya yang asam dengan pH<3 dan kandungan logam seperti Fe, Zn, Pb, Al, dan As yang cukup tinggi. Keasaman dan kandungan logam yang tinggi tdari aliran asam tambang elah mengganggu kehidupan akuatik di sungai atau estuarine yang terkontaminasi. Kajian kinerja dari sistem “passive treatment” skala kecil dilapangan dilakukan di salah satu area penambangan timah di Pulau Bangka untuk meningkatkan kualitas air asam tambang yang berasal dari aliran air danau bekas tambang yang masih aktif. Sistem ”passive treatment” yang dikaji merupakan gabungan sistem kapur anoksik (anoxic limestone drains (ALD)), sistem rawa buatan (conctructed wetland (Aerobic dan Anaerobic CTW) dan sistem filter pasir (sand filter). Sistem pengolahan bersifat pasif tidak memerlukan energi seperti listrik, dimana aliran air menggunakan pengaruh grvitasi. Sistem ALD mnggunakan batu kapur dan CTW menggunakan tanaman air Eichornia sp dan Lepironia sp. Sistem pengolahan “passive treatment” meningaktkan pH dari AMD/air asam tambang dari 2,8 menjadi 7, menurunkan turbiditas dan konduktivitas. Penyisihan sulfat mencapai 60 – 90% sedangkan penyisihan logam Fe, Al dan Pb mencapai 99%.  Dari hasil pengamatan yang dilakukan terbukti sistem “passive treatment” sangat efisien dalam meningkatkan pH dan menurunkan kandungan logam air asam tambang. Secara keseluruhan kulitas air AMD olahan cukup baik sesuai standar baku mutu untuk air bersih (Henny, Satria & Susanti, 2010).

Skematik Sistem "Passive Treatment" (Henny dkk, 2010)

Aplikasi biomassa alga sebagai biosorpsi logam berat
Kajian tentang prospek aplikasi teknis biomassa mikroalga yang berasal dari perairan darat asli Indonesia untuk proses biosorpsi ion logam berat dalam sebuah unit pengolahan air limbah industri juga telah dilakukan. Mikroalga Aphanothece sp yang dikemas dalam sebuah sistem kolom unggun tetap digunakan sebagai bioadsorben untuk pengolahan air limbah industri yang mengandung ion cadmium (Awalina, 2013).




Skema Penelitian Aplikasi Teknis Biomassa Mikroalga (Awalina, 2013)

Alternatif Teknologi untuk Meningkatkan Layanan air Minum di Daerah Marjinal
Pengolahan air baku menjadi air bersih dan air minum diharapkan sesuai dengan standar baku mutu persyaratan kualitas air minum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 492/Menkes/Per/IV/2010. Beragam teknologi pengolahan air telah banyak ditemukan, namun seringkali tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal di wilayah-wilayah krisis air bersih. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan faktor infrastruktur pendukung teknologi tersebut, seperti energi listrik yang terlalu besar dan tenaga ahli yang tidak terkualifikasi untuk mengoperasikan teknologi tersebut. Sedangkan krisis air bersih di Indonesia umumnya terjadi di wilayah marginal yang sulit untuk dijangkau. Target MDG’s 2015 mengenai peningkatan pelayanan air bersih di Indonesia akan sulit ditingkatkan jika hanya mengandalkan sambungan secara langsung oleh PDAM. Oleh karena itu dibutuhkan suatu paket teknologi pengolahan air bersih yang aplikatif di wilayah-wilayah tersebut.
Paket teknologi pengolahan air yang telah dibuat peneliti Pusat Penelitian Limnologi adalah Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPAG60) untuk pengolahan air gambut menjadi air bersih (Sutapa, 2017). Paket teknologi tersebut dapat juga diaplikasikan untuk pengolahan air permukaan lainnya, seperti air sungai, danau, dll dengan variasi kualitas air baku yang beragam. Teknologi tersebut menggunakan proses pengolahan yang sederhana dan aplikatif, namun tetap mampu menghasilkan air olahan yang layak dijadikan air bersih sesuaibaku mutu yang dipersyaratkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pengembangan teknologi IPAG60 sangat dibutuhkan pada masa ini dalam rangka peningkatan layanan air bersih di Indonesia khususnya di wilayah-wilayah krisis air bersih seperti Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain.

Tipe Air Baku Di Daerah Marjinal (Foto: Dok. I.D.A. Sutapa)

Berbagai Jenis Sumber Air Baku (Sumber: I.D.A. Sutapa)


Sumber: Buku Tiga Dasawarsa Berkarya Pusat Penelitian Limnologi LIPI. Lukman dkk. 2017. LIPI Press.